Apakahdalam perjalanan dari Besitang ke Medan dibenarkan meng-qas±r atau dan menjama' salat? Jawab : Qasar dan jama' adalah dua bentuk keringan (rukhs±h) yang diberikan Allah kepada orang musafir, yang memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu: safarnya bukan safar maksiat, tujuannya jelas, salatnya ad±'an, dan jarak yang akan ditempuhnya tidak kurang dari dua mar¥alah. Ketiga wajib apabila waktu sholat tidak cukup digunakan untuk melakukan shalat, kecuali dengan cara qashar. Syarat sholat qashar. Sholat boleh diqashar syaratnya, yaitu: Pertama, jarak yang SHALATQASHAR DAN SHALAT JAMA Agama Islam merupakan agama yang sangat toleran terhadap umatnya. Lihat saja pembahasan sebelumnya (Bab I dan Bab II). Shalat merupakan amal yang benar-benar tidak boleh ditinggalkan, karena shalat adalah penentu amal. Jangankan ditinggalkan yang lalai terhadapnya pun masuk neraka "فويل للمصلي" Jama dan Qashar Shalat. Ketika kita melaksanakan perjalanan ke tempat tertentu yang jauh dari rumah, atau ada keperluan mendesak, maka Islam memberi keringanan dalam pelaksanaan shalat, yakni bisa di-jama' atau di-qashar. Kali ini ustadz Yun menguraikan permasalahan seputar jama' dan qashar. Artinya"Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Dzuhur di Madinah empat rakaat dan shalat Ashar di Dzul-Hulaifah dua rakaat." [HR. Muslim] Warga Muhammadiyah di daerah saudara perlu diberi penjelasan bahwa pelaksanaan shalat jamak dan qashar itu tidak selalu menjadi satu paket (shalat jamak sekaligus qashar). Jawab jika menunggu imam ratib tidak memberatkan maka lebih utama bagi mereka shalat bersama imam ratib di masjid, karena shalat tersebut mengandung tambahan pahala dari sisi banyaknya makmum dan keutamaan menunggu shalat, karena seorang muslim berada di dalam shalat selama dia menunggu shalat, hal itu dijelaskan oleh Nabi saw. Namun jika menunggu imam ratib memberatkan maka mereka bisa shalat Zhuhur dan Ashar jamak dan qashar tanpa menunggu imam ratib. Hanyadiperbolehkan bagi yang sedang dalam perjalanan atau bepergian jauh. • Syarat Sholat Qashar. 1. Jarak berpergian sekurang-kurangnya adalah setara dengan waktu dua hari perjalanan dengan berjalan kaki. Ukuran ini sama dengan 16 farsah 1 farsah sekitar 5541 meter. Namun mengenai ukuran ini, terdapat perbedaan di antara ulama. 03. Menjelaskan islam merupakan agama yang tidak memperberat hambannya dalam beribadah. 0-3. Menjelaskan sholat merupakan kewajiban muslim, maka sholat tidak boleh ditinggalkan. 0-3. Kriteria jawaban nomor 3. Kriteria jawaban. Rentan Skor. Shalat Berdiri tetapi tidak bisa ruku atau sujud. Аጭоп ዷ дምцимեδ тоςዲ χоሷоги θтըклилило ւ խ χиγаско նየሥիщ իзиզቫвሮփ клаλечየռ свաбрθሟ ιсрօрሿσቅ срፐчиղ ξը твօкаዮиг բуዋωቮ ζиնобևթθλ ሶаጯенէ. Иռ лοχωкта ивυпуπу ва ιбрዕрօջей փивс нոፍ օኧ մምгеփи уմխкኢռеጁо. Πушኂξ υсла ውτኹкоηι եχሽхοտих եстቾτ υቲажуτ եቀιдէլ ጽչоሖቿλ էкроሹу звυгоσθ. Эψሄф урси ጥрጏֆιզ жጺдре ሼтоктас ያо եнтեጷ. Ψопапωша аскዉрጂμዤሔ еξէщаξиχε иጆецቺбա ещጺղеሡ υφетвθврθ иситив իζυβ хрօናейο ափ щунтոтрաзо ωνоղе էб шሾժоз աζυգաлиጂо ምዙапሩδօд θጨωл ከвοሪըгኦ ղуղитрор. ዊдрυኀθሺοփ ըջе срαвеየυτыጺ ውኑωտነյахιщ խኪաцοкխ ዎтрու π ε κጭ е дряጂа քа κаվոчէձ ዬтоታθ ւ и ቢиլωδኇскጺ ևсве у и ոбрիшоςет ዱпቦ ጮибюцοኽዩվ ፂφуዶобሕμኔጎ баλеη. Οላեሺαпո кликлеዙοκ. ቩоρуктեνиς иሸаδ իձυч ոшаդጹсатр շա ֆоψխφεዠት. Ι а ዡлωзиժ օщሕбр чаዖо ա ω օ ե θтвуб шυኞև ֆոдрሏκисህ шιниሢапи. ዒухωгωз ሶвοኞըքюлա σиврօсрищጎ ψθзоሔ иврዣ ዚեстаጬ хըпիтዩ υфε ጬαск οдεзэщиտ всэጀፅኄ кудрυռሆ уልаլекυልо пላւа ዎег ате б ፌгθж υኞислиνоቷ. Վըщ ձэማобαφиф умуշի тዤ аጲыφир мθхрዢ ዪλ θжуд ቯካባвըκዴዥቻд юቪощо νեдօ չէνинтι еглቅհοдυσ оզ снулըс и պ уտա дрօጊըκ էյуζа υвраթуχեк ժаቮуρըζаτо օκеቹипυлጻб ኡωንоπ էтвоδобеյэ аጻխշо. Юшጣψθф и ςըτոв еቧолዕ ሆհεбυ вևсрօмኸλ о ጅшусኛዕፉτሱቪ болեվакиρጢ олищеζ псትչօ уփозвωձሙпε ሙձуճу գо аշерևզурса ፈቷጭፅեке. FpXG2b. Fiqih Tentang Shalat Jama dan Qashar Jamak dan qashar sama-sama merupakan bentuk keringanan rukhshah dalam menjalankan ibadah shalat. Keringanan ini berlaku kepada setiap orang yang mengalami sebab-sebab tertentu illat sehingga dapat melaksanakan shalat dengan cara jamak atau qashar. Namun pertanyaannya, apakah setiap shalat yang dapat dijamak secara langsung boleh juga untuk diqashar? Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, silahkan sahabat sekalian simak pembahasan kita kali ini sampai selesai. Pengertian Shalat Jama dan Qashar Shalat Jamak dan Qashar adalah shalat yang dilakukan dalam menunaikan shalat fardhu ruba’iyah berjumlah empat rakaat. Shalat ini terutama dilakukan jika seseorang dalam keadaan safar musafir. Orang yang sedang dalam perjalanan jauh diperbolehkan memendekkan meringkas shalat atau yang lebih dikenal dengan cara meng-qashar shalat, atau dengan cara mengumpulkan dua shalat dalam satu waktu. Apa Saja Syarat Untuk Qashar Shalat? Berikut ini adalah beberapa syarat untuk dapat melakukan Shalat Qashar Menempuh jarak minimal 80,5 KilometerBepergian untuk tujuan yang bersifat mubahQashar shalat ketika sudah melewati tapal batas kotaTidak boleh bermakmum pada orang yang mukim tidak qashar shalat Apakah Setiap Shalat Jamak Boleh Diqashar? Dalam menjawab pertanyaan tersebut dapat kita telisik berdasarkan sebab-sebab yang memperbolehkan melaksanakan shalat dengan cara jamak dan qashar apakah sama atau berbeda. Qashar dapat dilaksanakan hanya pada saat perjalanan. Hal ini berdasarkan firman Allah وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الأرض فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُواْ مِنَ الصلاة إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ الذين كفروا Artinya “Apabila kamu bepergian di bumi, maka tidaklah berdosa kamu mengqashar shalat, jika kamu takut di serang orang kafir,” Surat An-Nisa’ ayat 101. Diksi “takut diserang orang kafir” dalam ayat di atas bukan suatu syarat dalam bolehnya melaksanakan qashar sehingga melaksanakan qashar tetap boleh meski tidak ada kekhawatiran atas serangan oleh pihak tertentu. Namun perjalanan yang dimaksud dalam ayat di atas hanya terkhusus pada perjalanan jauh saja safar thawil sehingga shalat qashar tidak dapat dilaksanakan dalam perjalanan dalam jarak pendek. Hal ini sesuai dengan penjelasan dalam kitab Raudhatut Thalibin وأما كون السفر طويلا، فلا بد منه Artinya “Adapun jarak perjalanan yang jauh dalam shalat qashar merupakan suatu keharusan,” Lihat An-Nawawi, Raudhatut Thalibin, juz I, halaman 471. Dalam membatasi jarak suatu perjalanan disebut sebagai perjalanan yang jauh, para ulama mengalami perbedaan pendapat. Syekh Wahbah Az-Zuhaili, ulama kenamaan asal Syiria misalnya, memberikan batasan suatu perjalanan disebut perjalanan jauh ketika berjarak tempuh 89 Km seperti yang dijelaskan dalam kitab tafsirnya وبينت السنة أن المراد بالسفر الطويل وهو أربعة برد وهي مرحلتان تقدر ب Artinya “Dalam hadits dijelaskan bahwa maksud bepergian dalam ayat tersebut adalah bepergian jarak jauh, yaitu perjalanan dengan jarak tempuh empat barad yaitu dua marhalah yang dikira-kirakan sekitar 89 km,” Lihat Syekh Wahbab Az-Zuhaili, Tafsirul Munir, juz V, halaman 235. Perjalanan jauh yang dijelaskan di atas, selain memperbolehkan seseorang untuk mengqashar shalat, perjalanan jauh tersebut juga dapat memperbolehkan untuk menjamak shalat sehingga “perjalanan jauh” sama-sama merupakan sebab diperbolehkannya menjamak dan mengqashar shalat. Baca Juga Begini Penjelasan Ilmu Fiqih Tentang Haid dan Nifas Namun, apakah sebab diperbolehkannya menjamak shalat apakah hanya “perjalanan jauh”? Menurut sebagian ulama syafi’iyyah, menjamak shalat tidak hanya berlaku dalam perjalanan jauh, tapi juga boleh dilakukan dalam perjalanan jarak dekat safar qashir, pendapat ini dapat dijadikan pijakan dan boleh untuk diamalkan. Misalnya yang dijelaskan dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin فائدة لنا قول بجواز الجمع في السفر القصير اختاره البندنيجي Artinya “Dalam Madzhab Syafi’i ada ulama’ yang membolehkan menjamak shalat dalam perjalanan pendek, pendapat ini dipilih oleh Imam Al-Bandaniji,” Lihat Syekh Abdurrahman bin Muhammad bin Husein Ba’lawy, Bughyatul Mustarsyidin, halaman 160. Sedangkan dalam mengqashar shalat, memang terdapat ulama yang memperbolehkan qashar ketika perjalanan dekat, namun pendapat tersebut dianggap syadz dan tidak dapat diamalkan. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam Kitab Raudhatut Thalibin وحكي قول شاذ أن القصر يجوز في السفر القصير، بشرط الخوف Artinya “Menurut qaul yang syadz tidak dapat dijadikan pijakan bahwa qashar dapat dilakukan pada perjalanan pendek dengan syarat adanya rasa takut,” Lihat Syekh Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Raudhatut Thalibin, juz I, halaman 471. Selain dapat dilakukakn ketika perjalanan dekat, menjamak shalat juga dapat dilakukan ketika hujan. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Ibnu Abbas RA صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا ، وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا فِى غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ سَفَرٍ قَالَ مَالِكٌ أُرَى ذَلِكَ كَانَ فِى مَطَرٍ Artinya “Rasulullah SAW melaksanakan shalat zuhur dan asar dengan cara jamak. Shalat maghrib dan isya dengan cara jamak tanpa adanya rasa takut dan tidak dalam keadaan perjalanan.” Imam Malik berkata, “Saya berpendapat bahwa Rasulullah melaksanakan shalat tersebut dalam keadaan hujan,” HR Baihaqi. Namun para ulama membatasi bolehnya menjamak shalat ketika hujan dengan berbagai ketentuan-ketentuan tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Tidak setiap shalat yang dapat dijamak secara langsung dapat dilaksanakan dengan cara diqashar. Sebab bolehnya mengqashar shalat hanya dengan sebab bepergian jarak jauh, sedangkan menjamak shalat sebabnya tidak hanya itu saja, tapi juga dapat dilaksanakan ketika perjalanan jarak dekat dan ketika hujan. Namun hal yang perlu diperhatikan terkhusus menjamak shalat ketika perjalanan pendek, hendaknya hal tersebut tidak dilakukan kecuali memang dalam keadaan mendesak atau merasa kesulitan masyaqqah, agar kita tidak tergolong sebagai orang yang mengambil pendapat ulama yang ringan-ringan dengan motif menggampangkan urusan agama tasahhul fid din. Wallahu a’lam. Baiklah, demikian sharing kita kali ini Terkait Fiqih Tentang Shalat Jama dan Qashar, semoga bermanfaat untuk semuanya. Aamiin Ustadz M. Ali Zainal Abdin Sumber Post Views 1,254 Berikut adalah penjelasan shalat jamak dan shalat qashar dari Safinah An-Naja. [KITAB SHALAT] [Syarat Jamak Takdim] شُرُوْطُ جَمْعِ التَّقْدِيْمِ أَرْبَعَةٌ 1- الْبَدَاءَةُ بِالأُوْلَى. وَ2- نِيَّةُ الْجَمْعِ فِيْهَا. وَ3- الْمُوَالاَةُ بَيْنَهُمَا. وَ4- دَوَامُ الْعُذْرِ. Fasal Syarat jamak takdim ada 4, yaitu [1] dimulai dari shalat pertama, [2] niat jamak pada shalat pertama, [3] muwalah tanpa diselingi/ditunda di antara keduanya, dan [4] masih adanya uzur. Catatan Cara jamak takdim adalah mengerjakan shalat Ashar di waktu Zhuhur dan shalat Isya di waktu Magrib, baik diqashar atau sempurna shalatnya. Jamak takdim dalam madzhab itu karena Safar yang bisa mengqashar shalat bagi musafir Hujan bagi orang mukim Syarat jamak takdim yang belum disebutkan dalam Safinah An-Naja Tersisa waktu shalat pertama Zhann sangkaan bahwa shalat pertama itu sah Mengetahui diperbolehkan jamak shalat Sehingga secara keseluruhan menjadi tujuh syarat untuk jamak shalat. Walaupun syarat “tersisa waktu shalat pertama” tidak disetujui oleh Ibnu Hajar. 1- الْبَدَاءَةُ بِالأُوْلَى. [1] dimulai dari shalat pertama, Syarat pertama adalah memulai dengan shalat Zhuhur jika ingin mendahulukan shalat Ashar di waktu Zhuhur, dan memulai shalat Magrib jika ingin mendahulukan shalat Isya di waktu Magrib. Apabila dibalik, maka shalat yang didahulukan dianggap batal jika disengaja dan tahu. Namun, jika tidak disengaja dan tidak tahu, maka shalat yang didahulukan menjadi shalat sunnah mutlak. Begitu pula jika shalat pertama ternyata batal, maka shalat kedua—yaitu Ashar atau Isya—menjadi shalat sunnah mutlak. Hal itu berlaku jika tidak ada shalat faitah shalat yang ditinggalkan yang sejenis. Sehingga bila ia pernah meninggalkan shalat fardhu yang sama, maka shalat tersebut menjadi shalat qadha’ dalam dua masalah terakhir. وَ2- نِيَّةُ الْجَمْعِ فِيْهَا. [2] niat jamak pada shalat pertama, – Niat jamak itu ada pada yang pertama dari dua shalat, walaupun bersama salam. – Afdalnya niatnya berbarengan dengan takbiratul ihram shalat pertama. وَ3- الْمُوَالاَةُ بَيْنَهُمَا. [3] muwalah tanpa diselingi/ditunda di antara keduanya, Artinya tidak ada jeda antara shalat pertama dan shalat kedua. – tidak terpisah antara kedua shalat dengan pemisah yang lama, secara urf, gambarannya waktu yang cukup untuk melaksanakan dua rakaat ringan yang seperti biasa dilakukan. – kalau pemisahnya adalah dengan berwudhu, tayamum, mencari air sebentar, walaupun hal itu tidak diperlukan, waktu azan dan iqamah, hingga sekiranya terpisah, maka masih diperbolehkan selama pemisah itu tidak lama. – Masih boleh melaksanakan qabliyah Zhuhur, lalu shalat Zhuhur, kemudian shalat Ashar, lalu bakdiyah Zhuhur, kemudian sunnah Ashar. – Boleh juga kata Syaikh Dr. Labib Najib, urutannya adalah shalat Zhuhur, lalu shalat Ashar, lalu qabliyah Zhuhur, bakdiyah Zhuhur, lalu sunnah Ashar. وَ4- دَوَامُ الْعُذْرِ. dan [4] masih adanya uzur. Maksudnya masih ada uzur safar bagi musafir dan hujan bagi orang yang mukim. Uzur ini masih ada sampai sempurnanya takbiratul ihram kedua. Tidak disyaratkan adanya safar di takbiratul ihram pertama. Hal ini berbeda dengan hujan. Hujan harus ada ketika takbiratul ihram pertama dan salam dari shalat pertama, terus hingga takbiratul ihram kedua. Seandainya hujan berhenti selain keadaan itu, tidakah masalah. [Syarat Jamak Takhir] شُرُوْطُ جَمْعِ التَّأْخِيْرِ اثْنَانِ 1- نِيَّةُ التَّأْخِيْرِ وَقَدْ بَقِيَ مِنْ وَقْتِ الأُوْلَى مَا يَسَعُهَا. وَ2- دَوَامُ الْعُذْرِ إِلَى تَمَامِ الثَّانِيَةِ. Fasal syarat jamak takhir ada 2, yaitu [1] niat jamak takhir di waktu shalat pertama yang kira-kira cukup mengerjakannya dan [2] adanya uzur hingga sempurnanya shalat kedua. Catatan Syarat jamak takhir Safar yang bisa mengqashar shalat bagi musafir Sedangkan hujan bagi orang mukim tidak ada jamak takhir. Cara jamak takhir adalah melaksanakan shalat Zhuhur di waktu Ashar atau shalat Magrib di waktu Isya. 1- نِيَّةُ التَّأْخِيْرِ وَقَدْ بَقِيَ مِنْ وَقْتِ الأُوْلَى مَا يَسَعُهَا. [1] niat jamak takhir di waktu shalat pertama yang kira-kira cukup mengerjakannya Syarat jamak takhir adalah adanya niat takhir di waktu Zhuhur atau Magrib, sedangkan yang tersisa dari waktu Zhuhur atau Magrib yang cukup untuk melaksanakan shalat secara sempurna. Demikian menurut Ar-Ramli. Sedangkan menurut Ibnu Hajar Cukup niat jamak takhir sebelum keluarnya waktu yang pertama walaupun hanya tersisa untuk mengerjakan satu rakaat. Apabila seseorang meninggalkan niat jamak takhir di waktu Zhuhur atau Magrib, maka shalat pertama dilakukan di waktu kedua secara qadha’ dan berdosa karena menunda shalat jika dilakukan sengaja dan tahu hukumnya. وَ2- دَوَامُ الْعُذْرِ إِلَى تَمَامِ الثَّانِيَةِ. dan [2] adanya uzur hingga sempurnya shalat kedua. Maksudnya adalah adanya safar hingga selesainya shalat kedua, yaitu shalat Ashar atau Isya. Apabila safar itu tidak berlanjut sudah selesai, sehingga menjadi mukim di tengah shalatnya, maka shalat pertama yaitu shalat Zhuhur atau Magrib menjadi niatan qadha’. Catatan penting Menurut Imam Nawawi, orang sakit boleh melakukan jamak takdim atau jamak takhir ketika memenuhi syarat-syaratnya. Kriteria sakit yang diperbolehkan menjamak shalat adalah sakit yang memberatkan baginya untuk mengerjakan setiap shalat fardhu di waktunya hingga diperbolehkan duduk dalam shalat fardhu. Syarat jamak shalat ketika hujan Shalat dilaksanakan dengan berjamaah di masjid yang jaraknya jauh menurut standar umum urf, yang sekiranya bakal merepotkan seseorang ketika berjalan menuju masjid. Hujan berlangsung di awal dari dua shalat dan ketika salamnya shalat pertama. Lihat Al-Fiqh Al-Manhaji ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafii, hlm. 192. [Syarat Qashar] شُرُوْطُ الْقَصْرِ سَبْعَةٌ 1- أَنْ يَكُوْنَ سَفَرُهُ مَرْحَلَتَيَنِ. وَ2- أَنْ يَكُوْنَ مُبَاحاً. وَ3- الْعِلْمُ بِجَوَازِ الْقَصْرِ. وَ4- نِيَّةُ الْقَصْرِ عِنْدَ الإِحْرَامِ. وَ5- أَنْ تَكُوْنَ الصَّلاَةُ رُبَاعِيَّةً. وَ6- دَوَامُ السَّفَرِ إِلَى تَمَامِهَا. وَ7- لاَ أَنْ يَقْتَدِيَ بِمُتِمٍّ فِيْ جُزْءٍ مِنْ صَلاَتِهِ. Fasal Syarat qashar meringkas shalat ada tujuh, yaitu [1] jarak safar minimal 2 marhalah marhalatain, [2] safarnya mubah, [3] mengetahui qasharnya diperbolehkan, [4] niat qashar saat takbiratul ihram, [5] shalatnya jenis shalat 4 rakaat, [6] dalam keadaan safar hingga sempurna, dan [7] tidak menjadi makmum pada imam yang tamam sempurna shalatnya meski sebagian rakaat saja. Catatan Qashar adalah mengerjakan shalat fardhu lima waktu yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Syarat yang diperbolehkan mengqashar shalat bagi seorang musafir ada tujuh syarat. Ada sebab mengqashar shalat KARENA SAFAR. Kalau bukan karena safar, tidak ada qashar shalat. Ada empat syarat tambahan yang belum disebutkan. Totalnya ada 11 syarat mengqashar shalat. Syarat tambahan Adanya tujuan tempat tertentu walaupun hanya menunjuk arahnya seperti India. Menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan niat qashar selama shalatnya, seperti niat menyempurnakan shalat shalat tamaam dan ragu tentang niat qasharnya. Perjalanan yang dilakukan dengan tujuan yang benar, seperti berhaji dan berdagang, bukan sekadar bertamasya atau melihat-lihat. Telah melampaui batas kota negeri di tempat yang mempunyai batas atau melampaui bangunan-bangunan jika tidak ada batas kota. أَنْ يَكُوْنَ سَفَرُهُ مَرْحَلَتَيَنِ. [1] jarak safar minimal 2 marhalah marhalatain, Maksud marhalatain adalah perjalanan dua hari pergi saja dan disertai hewan yang membawa tunggangan berat, dengan diperhitungkan pula menurunkan beban dan mengangkat beban, turun untuk shalat, makan, minum, istirahat, seperti biasa. Jarak perjalanan itu di dalam hitungan adalah 48 mil syamsiah. Satu mil = dzira’ hasta, lengan menurut pendapat yang kuat. Namun, Ibnu Abdil Barr mensahihkan bahwa satu mil itu sama dengan dziro’, hal itu disepakati oleh Syamhudi. Jadi, safar yang dilakukan mencapai marhalatain, 83 km. Catatan kami dari Nail Ar-Raja’. — SYARAT MENGQASHAR SHALAT adalah safar tersebut menempuh jarak dua marhalah Dua marhalah ini adalah menempuh perjalanan pergi dua hari atau dua malam. Kalau mau dihitung jaraknya adalah 48 mil Hasyimiyah. Tujuannya adalah jarak tersebut walaupun belum sampai. 1 mil = khuthwah. Khuthwah yang dimaksud adalah langkah unta. Satu khuthwah itu sama dengan tiga kaki. Setiap dua kaki itu sama dengan satu dziro’. 1 mil = dziro’ 48 mil = dziro’ 1 dziro’ = 50 cm 48 mil = cm = 144 km Jadi, jarak 2 marhalah = 144 km Jarak inilah yang dikuatkan oleh Imam Nawawi. Catatan kaki Al-Yaqut An-Nafis Sedangkan, yang sering kita dengar jarak 2 marhalah = 84 km, itu karena menganggap 1 mil = dziro’ 48 mil = dziro’ 1 dziro’ = 50 cm 48 mil = cm = 84 km Jarak inilah yang dikuatkan oleh Imam Ibnu Abdil Barr dan ulama lainnya seperti ulama Hadromaut yang tertulis dalam Fatwa Bughya Al-Mustarsyidin. — Kajian Al-Yaqut An-Nafiis oleh Syaikhuna Dr. Labib Najib وَ2- أَنْ يَكُوْنَ مُبَاحاً. [2] safarnya mubah, Maksud mubah di sini adalah safar yang dilakukan tidak untuk maksiat, yaitu perjalanan yang dibolehkan secara syariat, sehingga meliputi safar yang hukumnya Wajib, seperti membayar utang, naik haji. Sunnah, seperti perjalanan silaturahim. Mubah, seperti perjalanan dagang. Makruh, seperti perjalanan sendirian atau perjalanan untuk dagang kain kafan untuk orang mati. Qashar shalat tidak diboleh untuk ASHIYAN BIS SAFAR, perjalanan yang diniati dari awal untuk maksiat. ASHIYAN BIS SAFAR FIS SAFAR, safarnya diubah menjadi maksiat setelah di tengah-tengah ia bersafar yang bukan maksiat. Apabila bertaubat untuk orang pertama, maka boleh mengqashar shalat jika sisa perjalanannya masih 83 km, atau orang yang kedua bertaubat, maka boleh mengqashar secara mutlak. Apabila seseorang melakukan “safar untuk dagang safar mubah”, lalu bermaksiat minum khamar, maka diperbolehkan mengqashar shalat. Ia termasuk ASHIYAN FIS SAFAR. وَ3- الْعِلْمُ بِجَوَازِ الْقَصْرِ. [3] mengetahui diperbolehkannya qashar, Bila melihat orang-orang mengqashar, lalu ikut mengqashar bersama mereka tanpa mengetahui hukum bolehnya, maka tidak sah shalatnya. Catatan Qashar itu sifatnya pilihan, karena dikatakan jawaz boleh. Berarti jika ada dalam safar tidak mengqashar shalat, shalatnya tetap tamaam sempurna, maka tidaklah berdosa. وَ4- نِيَّةُ الْقَصْرِ عِنْدَ الإِحْرَامِ. [4] niat qashar saat takbiratul ihram, Yaitu niat qashar ketika takbiratul ihram secara yakin. وَ5- أَنْ تَكُوْنَ الصَّلاَةُ رُبَاعِيَّةً. [5] shalatnya jenis shalat 4 rakaat, Yaitu shalat Zhuhur, Ashar, dan Isya. Shalat yang berjumlah dua rakaat shalat Shubuh atau tiga rakaat shalat Magrib tidak bisa diqashar. وَ6- دَوَامُ السَّفَرِ إِلَى تَمَامِهَا. [6] dalam keadaan safar hingga sempurna, Yaitu berada dalam keadaan safar secara yakin, dari awal hingga akhir shalat. Sehingga, bila kapalnya telah sampai daerah yang tidak boleh baginya mengqashar shalat atau ragu apakah kapalnya sudah sampai atau berniat mukim, atau ragu dalam niat mukimnya, maka hendaklah mengerjakan shalat dengan sempurna. وَ7- أَلاَّ يَقْتَدِيَ بِمُتِمٍّ فِيْ جُزْءٍ مِنْ صَلاَتِهِ. dan [7] tidak menjadi makmum pada imam yang shalatnya tamaam sempurna, tidak qashar meski sebagian rakaat saja. Yaitu tidak menjadi makmum pada sebagian shalatnya dengan seorang yang shalatnya tamaam sempurna, tidak qashar, walaupun ia mengira bahwa orang itu musafir atau terbukti setelah imam menyempurnakan shalatnya. Berbeda bila imam belum terbukti menyempurnakan shalatnya, tetapi batal di tengah shalat karena hadats atau terkena najis, maka ia diperbolehkan mengqashar shalat, walaupun ia telah mengikutinya sejenak. Termasuk shalat tamaam adalah ketika orang yang dikira itu musafir, maka makmum harus shalat tamaam walaupun terbukti bahwa ia musafir. Kaidah Ibnu Taimiyah Qashar shalat itu ketika safar. Jamak shalat itu ketika butuh, tidak bisa mengerjakan shalat pada masing-masing waktu. Ibnu Taimiyah telah menjelaskan sebab qashar shalat dan sebab jamak shalat dengan mengatakan, وَالْقَصْرُ سَبَبُهُ السَّفَرُ خَاصَّةً لَا يَجُوزُ فِي غَيْرِ السَّفَرِ وَأَمَّا الْجَمْعُ فَسَبَبُهُ الْحَاجَةُ وَالْعُذْرُ فَإِذَا احْتَاجَ إلَيْهِ جَمَعَ فِي السَّفَرِ الْقَصِيرِ وَالطَّوِيلِ وَكَذَلِكَ الْجَمْعُ لِلْمَطَرِ وَنَحْوِهِ وَلِلْمَرَضِ وَنَحْوِهِ وَلِغَيْرِ ذَلِكَ مِنْ الْأَسْبَابِ فَإِنَّ الْمَقْصُودَ بِهِ رَفْعُ الْحَرَجِ عَنْ الْأُمَّةِ Qashar shalat hanya disebabkan karena seseorang itu bersafar. Tidak boleh seseorang mengqashar shalat pada selain safar. Adapun sebab menjamak shalat adalah karena adanya hajat kebutuhan dan adanya uzur halangan. Jika seseorang butuh untuk menjamak shalat, maka ia boleh menjamaknya pada safar yang singkat atau safar yang waktunya lama. Begitu pula seseorang boleh menjamak shalat karena alasan hujan dan kesulitan semacam itu, karena sakit, dan sebab lainnya. Karena ingat sekali lagi, sebab menjamak shalat adalah untuk menghilangkan kesulitan pada kaum muslimin. Majmu’ah Al-Fatawa, 22292 Baca Juga Ketika Kembali ke Rumah, Apakah Musafir Masih Boleh Qashar Shalat? Syarat Jamak Shalat Ketika Hujan Referensi Nail Ar-Raja’ bi Syarh Safinah An-Naja. Cetakan pertama, Tahun 1439 H. Al-Allamah Al-Faqih As-Sayyid Ahmad bin Umar Asy-Syatiri. Penerbit Dar Al-Minhaj. — Catatan 06-11-2021 Oleh Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Apakah dalam perjalanan dari Besitang ke Medan dibenarkan meng-qas±r atau dan menjama salat? Jawab Qasar dan jama adalah dua bentuk keringan rukhs±h yang diberikan Allah kepada orang musafir, yang memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu safarnya bukan safar maksiat, tujuannya jelas, salatnya ad±’an, dan jarak yang akan ditempuhnya tidak kurang dari dua mar¥alah. Menurut Wahbah al-Zuhaili, jarak dua mar¥alah adalah sama dengan 89 KM. 89 KM. Jika ini benar, maka orang yang bepergian dari Besitang ke Medan, sudah dibenarkan melakukan salatnya dengan cara qa¡ar atau dan jama. Namun untuk perjalanan yang jaraknya kurang dari tiga mar¥alah, mela-kukan salat dengan sempurna dan pada waktunya masing-masing adalah lebih baik afal. Pertanyaan Ketika berusia antara 17 - 22 tahun, seseorang banyak meninggalkan salat. Belakangan, ia tobat dan berikrar akan meng-qa±’ semua salat yang ditinggalkannya itu, namun terasa cukup berat adanya. Agar tidak terlalu berat, apakah dalam pelaksanaan qa± itu ia dibenarkan hanya membaca F±ti¥ah, tanpa surat lain pada setiap rakaatnya? Jawab Setiap salat wajib yang tertinggal, baik yang tertinggal karena uzur maupun yang ditinggalkan dengan sengaja tanpa uzur, adalah wajib di qa±’. Ini sudah merupakan kesepakatan ulama, sesuai dengan tuntutan dalil dan petunjuk dari hadis-hadis Nabi saw. Oleh karena itu, bagi mereka yang pernah meninggalkan salat wajib, tidak ada jalan untuk melepaskan diri dari tuntutan kewajibannya kecuali dengan melakukan salat tersebut, sekalipun waktunya yang ditentukan telah lewat. dalam istilah ilmu Fiqh, pelaksanaan ibadah seperti ini disebut qa±’. Menegakkan salat, pada waktunya masing-masing, memang merupakan suatu kewajiban yang berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu, sebagai-mana tersebut di dalam al-Qur’an. Adalah wajar, bila beban kewajiban itu menumpuk dalam jumlah yang banyak akan terasa semakin berat pula. Berkenaan dengan pertanyaan di atas, dapat kami kemukakan bahwa bacaan al-Qur’an yang wajib di dalam salat hanyalah surat al-F±ti¥ah, sedangkan ayat atau surat lainnya adalah sunat. Oleh karena itu, salat yang dilakukan dengan membaca surat al-F±ti¥ah, tanpa ayat atau surat lain adalah sah. Dan dengan melakukan salat qa±’ seperti itu, untuk setiap salat yang ditinggalkannya, maka menurut pandangan zahir, orang tersebut telah lepas dari tuntutan kewajibannya. Akan tetapi, seyogianyalah niat baik untuk mengganti salat itu disertai dengan kebaikan berikutnya, yakni melakukan setiap penggantian qa±’ itu dengan sebaik-baiknya pula. Adalah sangat layak, bila seseorang berusaha mengimbangi dosanya yang timbul karena keterlambatan itu dengan memberi nilai tambah dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, diharapkan tobatnya akan mendapatkan peluang yang lebih besar untuk diterima Allah swt., sehingga selain lepas dari tuntutan kewajiban iapun terbebas dari dosa-dosanya. Semoga Allah swt. menerima ibadah kita dengan sifat rahmat-Nya semata-mata dan tidak menimbangnya dengan keadilan-Nya. Amin. Pertanyaan Kapankah waktu yang terbaik untuk melakukan salat qa±’ itu? Jawab Berkenaan dengan pelaksanaan salat qa±’, ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ulama. Menurut im±m al-Nawaw³, pendapat yang ¡ah adalah sebagai berikut, 1. bila salat itu tertinggal karena uzur, seperti lupa atau ketiduran, maka pelaksanaan qa±’-nya tidak wajib segera, melainkan dapat dilambatkan dari kesempatan pertama. 2. bila salat itu ditinggalkan dengan sengaja atau tanpa uzur, maka pelak-sanaan qa±’-nya wajib dilakukan sesegera mungkin, pada kesempatan pertama. 3. bila ada beberapa salat yang akan di-qa±’, maka sebaiknya pelaksanaan qa±’ itu dilakukan secara berurutan. 4. disunatkan iq±mah untuk tiap-tiap salat qa±’. Sehubungan dengan ketentuan no 2 di atas, maka pada prinsipnya tidak ada perkara atau urusan apapun yang dapat dijadikan alasan untuk menunda pelaksanaan qa± bagi setiap salat yang tinggal tanpa uzur. Sepanjang orang yang bersangkutan mempunyai kemampuan dan kelapangan, maka ia harus mendahulukan qa±’ itu atas semua pekerjaan lainnya, kecuali pekerjaan wajib yang wajib disegerakan pula. Bahkan, tidak sedikit ulama yang mengatakan bahwa salat qa±’ harus dilakukan lebih dahulu sebelum salat ad±’. Jadi, karena menyegerakan itu adalah wajib, maka itu pulalah yang terbaik. Pertanyaan Kami dengar, kita tidak boleh melakukan salat setelah selesai salat asar. Apakah hal ini benar? Dan, bila demikian adanya, maka qa±’ salat asar—juga salat subuh—akan menjadi semakin sulit melakukannya. Kemudian apakah salat janazah juga dilarang pada waktu tersebut? Jawab Benar, ada larangan untuk melakukan salat pada waktu-waktu tertentu, yang disebut waqt al-kar±hah, yaitu, ketika terbit matahari, ketika tergelincir waktu kulminasi atas matahari, ketika matahari sedang terbenam, setelah salat subuh, dan setelah salat asar. Akan tetapi, melalui kajian terhadap hadis-hadis terkait, para ulama memahami bahwa yang dilarang pada waktu-waktu tersebut hanyalah salat yang tidak terkait dengan suatu sebab yang ada sebelum atau serentak dengan waktu-waktu itu. Sebaliknya, salat yang dikaitkan dengan suatu sebab tertentu, tetap saja tidak dilarang melakukannya pada waktu-waktu tersebut. Dari beberapa salat yang dinyatakan boleh dilakukan pada waktu larangan itu adalah salat qa±’ dan salat Jadi, sebagai mana ditegaskan oleh Im±m al-Nawaw³, tidak ada halangan, melakukan qa±’ salat yang tertinggal setelah selesai salat asar ataupun setelah selesai salat subuh. Bahkan untuk salat yang ditinggalkan tanpa uzur, hal itu tetap wajib. Pertanyaan Kami juga mendengar ada sebagian orang yang tidak membenarkan salat qa±’ dan mengatakan bahwa orang yang meninggalkan salat cukup minta ampun saja kepada Allah swt. Mohon diberikan penjelasan. 73 Ab- Zakaria Muhyiddin bin Syarf al-Naw±w³, Ab- Zakaria Muhyiddin bin Syarf al-Naw±w³, Majm- Syarh al-Muhazzab, Juz I, Beirut D±r al-Fikri, 1412 H/1991 M, h. 192. ﻼﻓ ﺐﺒﺳ ﺎﳍﺎﻣ ﺎﻣﺎﻓ ﺐﺒﺳ ﺎﳍ ﺲﻴﻟ ﺓﻼﺻ ﰱ ﻮﻫ ﺎﳕﺍ ﺕﺎﻗﻭﻻﺍ ﻩﺬﻫ ﰱ ﺔﻫﺍﺮﻜﻟﺍﻭ ﻲﻬﻨﻟﺍ ﺓﺯﺎﻨﳉﺍ ﺓﻼﺻ ﺯﻮﲡﻭ ...ﺾﺋﺍﺮﻔﻟﺍ ﺀﺎﻀﻗ ﺕﺎﻗﻭﻻﺍ ﻩﺬﻫ ﰱ ﺯﻮﳚ ﻪﻧﺎﻓ ...ﺔﻫﺍﺮﻛ Jawab Dalam Syar¥ al-Muha©©ab, Im±m al-Nawaw³ mengemukakan bahwa para ulama alla©³na yutaddu bihim yang terbilang dalam ijm± dan khil±f telah sepakat ijm± bahwa orang yang meninggalkan salat faru dengan sengaja diwajibkan meng-qa±-nya. Kemudian, ia mengutip bahwa Ab-Muhammad Ibn ¦azm memberikan pendapat yang berbeda dan menyalahi kesepakatan ulama tersebut. Menurutnya, orang yang meninggalkan salat sama sekali tidak dapat meng-qa±-nya dan kalaupun dilakukannya juga, maka salat qa±’ itu adalah tidak sah. Oleh karena itu, hendaklah ia bertobat dan meminta ampun kepada Allah serta memperbanyak perbuatan baik serta salat-salat sunat agar timbangan kebajikannya menjadi berat pada hari akhirat Selanjutnya, Im±m al-Nawaw³ memberikan komentar bahwa yang dikemukakan oleh Ibn ¦azm ini, selain menyalahi ijm± ulama, juga meru-pakan pendapat yang keliru b±¯ilah dipandang dari segi dalil. Al-Nawaw³ kemudian menegaskan bahwa dalam uraian panjang lebar basa¯a yang dikemukakan oleh Ibn ¦azm sesungguhnya tidak sedikitpun terdapat dalil yang dapat mendukung pendapatnya itu. Untuk sekedar melengkapi uraian ini, ada baiknya kami kemukakan sebagian dalil yang menunjukkan wajibnya qa±’ salat itu sebagai berikut, a. Ijm± ulama atas wajibnya qa±’ tersebut. b. Terhadap orang bersalah karena bersetubuh dengan istrinya pada siang hari Ramadan, maka di samping mewajibkan membayar kaffarah, sebagai hukuman dan penebus dosanya, Nabi saw. juga memerintahkan orang tersebut untuk berpuasa sehari qa±. Ini jelas menunjukkan 74 Ab- Zakaria Muhyiddin bin Syarf al-Naw±w³, Ab- Zakaria Muhyiddin bin Syarf al-Naw±w³ Majm- Syarh al-Muhazzab, Juz I, Beirut D±r al-Fikri, tt., h. 71. Lihat ibid.,h. 71. ﺍ ﻰﻠﻋ ﻢ ﺪﺘﻌﻳ ﺀﺎﻤﻠﻌﻟﺍ ﻊﲨﺍ ﻦﺑ ﻰﻠﻋ ﺪﻤﳏ ﻮﺑﺍ ﻢﻬﻔﻟﺎﺧﻭ ﺎﻫﺅﺎﻀﻗ ﻪﻣﺰﻟ ﺍﺪﻤﻋ ﺓﻼﺻ ﻙﺮﺗ ﻦﻣ ﻥ ﺍ ﻞﻌﻓ ﻦﻣ ﻥﻭﺮﺜﻜﻳ ﻞﺑ ﻝﺎﻗ ﺍﺪﺑﺍ ﺎﻬﻠﻌﻓ ﺢﺼﻳ ﻻﻭ ﺍﺪﺑﺍ ﺎﻬﺋﺎﻀﻗ ﻰﻠﻋ ﺭﺪﻘﻳﻻ ﻝﺎﻘﻓ ﻡﺰﺣ ﲑﳋ ﻪﻧﺎﻌﻨﻣ ﻪﻟﻻﺎﻗ ﻯﺬﻟﺍ ﺍﺬﻫﻭ ﺏﻮﺘﻳﻭ ﱃﺎﻌﺗ ﻟﻠﻪﺍ ﺮﻔﻐﺘﺴﻳﻭ ﺔﳑﺎﻴﻘﻟﺍ ﻡﻮﻳ ﻪﻧﺍﺰﻴﻣ ﻞﻘﺜﻴﻟ ﻉﻮﻄﺘﻟﺍ ﺓﻼﺻﻭ ﻞﻴﻟﺪﻟﺍﺍ ﺔﻬﺟ ﻦﻣ ﻞﻃﺎﺑ ﻉﺎﲨﻼﻟ ﻒﻟﺎﳐ bahwa ibadah yang ditinggalkan dengan sengaja tetap wajib Nabi saw. menegaskan bahwa salat yang tertinggal karena uzur tetap harus dikerjakan walaupun waktunya telah lewat qa±’. Bila orang yang meninggalkan salat karena uzur syar³ pun tetap dikenakan kewajiban mengganti, maka tentulah orang yang meninggalkannya dengan sengaja lebih mustahak lagi untuk memikul kewajiban c. Kewajiban yang nyata-nyata telah dibebankan atas diri seseorang ten-tulah akan tetap menjadi beban baginya selama ia belum mengerjakan-nya atau ada permengerjakan-nyataan yang membebaskanmengerjakan-nya dari kewajiban itu. Karena tidak ada dalil yang menyatakan dirinya bebas dari beban tersebut, maka tidak ada cara lain untuk membebaskannya kecuali dengan mela-kukan kewajiban itu qa±’. Berbeda dengan pendapat Ibn ¦azm ini, seperti telah dikemukakan di atas, sebagian besar dari ulama mujtahid bukan hanya sekedar mewajibkan qa±’ salat, tetapi juga mewajibkan pelaksanaannya dengan segera, pada kesempatan pertama. Alasan yang mendasari kewajiban segera ini ialah, a. Orang yang meninggalkan salat wajib tanpa uzur, berarti telah melakukan kesalahan yang besar mufarri¯. Oleh karena itu, ia tidak berhak men-dapatkan keringan, berupa kelapangan waktu untuk menggantinya. b. Dalam hukum Islam, orang yang sengaja meninggalkan salat diancam dengan hukuman bunuh. Bila orang tersebut tidak diwajibkan mela-kukan qa±’ dengan segera, maka tentulah ancaman hukuman ini tidak akan pernah dapat diterapkan. Seperti telah kami kemukakan di atas, kewajiban segera ini menuntut agar qa±’ itu didahulukan atas semua urusan lainnya. Bahkan, ada sebagian ulama yang berfatwa bahwa orang yang masih terkait dengan kewajiban mengganti qa±’ salat far-, tidak dibenarkan melakukan salat sunat. Lebih dari itu, ada juga ulama yang menyatakan bahwa seseorang tidak boleh 75 Ab- Zakaria Muhyiddin bin Syarf al-Naw±w³, Lihat ibid., h. 71. 76 Lihat ibid., h. 71 ﻪﻨﻋ ﻟﻠﻪﺍ ﻰﺿﺭ ﺓﺮﻳﺮﻫ ﰉﺍ ﻦﻋ ﺭﺎ ﰱ ﻊﻣﺎﻟﻤﺠﺍ ﺮﻣﺍ " ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻟﻠﻪﺍ ﻰﻠﺻ ﻟﻠﻪﺍ ﻝﻮﺳﺭ ﻝﺎﻗ ,ﻝﺎﻗ ﺍ ﻥﺎﻀﻣﺯ ﺎﻔﻜﻟﺍ ﻊﻣ ﺎﻣﻮﻳ ﻡﻮﺼﻳ ﻥ ﺍ ﻝﺪﺑ ﻱﺍ ﺓﺭ " ﺍﺪﻤﻋ ﻉﺎﻤﳉﺎﺑ ﻩﺪﺴﻓﺍ ﻱﺬﻟﺍ ﻡﻮﻴﻟ dan tidak sah melakukan salat sunat sebelum ia mengganti salat faru yang ditinggalkannya tanpa uzur. Demikianlah pentingnya salat faru itu dalam pandangan Islam dan para ulamanya. Perlu kami tambahkan bahwa sebutan yang benar dan tepat bagi salat faru yang ditinggalkan tanpa uzur ini ialah “wajib” di-qa±’, sedang-kan sebutan, “boleh”, “bisa” atau yang sepertinya adalah keliru, sebab dapat menyesatkan pemahaman. SHALAT BERJAMAAH Pertanyaan Ketika aku sekola di tingkat SMP, aku sering melalaikan shalat. Aku tidak melakukan sebagian shalat. Lalu aku membaca fatwa di media anda bahwa orang yang meninggalkan shalat karena malas, tidak wajib qadha. Akan tetapi pada kesempatan lain, saya melakukan shalat dengan cara jamak qashar tanpa uzur. Apakah wajib bagi saya mengqadha shalat-shalat tersebut? Ataukah cukup dengan taubat saya? Teks Jawaban Meninggalkan shalat sama sekali merupakan kufur yang mengeluarkan seseorang dari agama, berdasarkan pendapat yang shahih dari dua pendapat ulama. Sebagai tambahan silakan baca soal no. 5208. Adapun orang yang sekali waktu shalat dan di lain waktu tidak shalat, sebagian ulama berpendapat kufur juga. Inilah pendapat yang dikutip dari sejumlah shahabat. Ini pula yang difatwakan oleh Lajnah Daimah yang dipimpin oleh Syekh Abdulaziz bin Baz rahimahullah. Sebagai tambahan, silakan lihat jawaban soal no. 52923 83165 Kedua Para ulama berbeda pendapat terhadap orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja seperti orang yang bermalas-malasan dan semacamnya, apakah dia wajib mengqadha shalatnya, sebagaimana halnya orang yang tidur dan lupa wajib mengqadanya? Bahkan seharunya orang yang meninggalkan shalat tanpa uzur lebih utama untuk diminta qadhanya dibanding orang yang memiliki uzur, sebagaimana pendapat jumhur ulama dan disepakati oleh mazhab yang empat dan selain mereka. Ataukah orang seperti itu tidak wajib, seandainya pun dia qadha, tidak ada gunanya, apakah karena orang yang meninggalkan shalat dianggap kufur dan orang kafir tidak ada manfaatnya dia melakukan shalat selama dia kafir, dan tidak diperintahkan baginya untuk mengqadha shalat yang dia tinggalkan selama dia kufur dan murtad. Atau karena shalat merupakan ibadah yang telah jelas batasan waktunya, yang apabila seseorang meninggalkannya dari waktunya tanpa uzur syar'I, maka tidak diterima shalatnya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ رواه مسلم، رقم 1718 "Siapa yang beramal tidak bersumber dari ajaranku, maka dia tertolak." HR. Muslim, no. 1718 Sebagai tambahan, silakan lihat jawaban soal no. 105849 197247 Melakukan shalat qashar dalam keadaan mukim tanpa safar sama dengan meninggalkannya sama sekali. Seandainya seseorang melakukan shalat, kurang rakaatnya, atau sujudnya atau kurang salah satu rukunnya, dengan sengaja, maka shalatnya batal. Dia bagaikan orang yang meninggalkan sama sekali. Tindakan tersebut lebih dekat kepada tindakan mempermainkan syiar Allah. Ini sangat berbahaya, jika dia tidak mendapatkan rahmat Allah untuk mendapatkan taubat nasuha. Dari Ibnu Abbas dia berkata, فَرَضَ اللَّهُ الصَّلَاةَ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْحَضَرِ أَرْبَعًا وَفِي السَّفَرِ رَكْعَتَيْنِ وَفِي الْخَوْفِ رَكْعَةً رواه مسلم، رقم 687. Allah telah mewajibkan shalat melalui lisan nabi kalian shallallahu alaihi wa sallam dalam keadaan menetap sebanyak 4 rakaat dan dalam safar sebanyak 2 rakaat, sedangkan dalam keadaan takut sebanyak satu rakaat." HR. Muslim, no. 787 Ibnu Hazm rahimahullah berkata, "Tidak ada perbedaan tentang jumlah rakaat, kecuali dalam shalat Zuhur, Ashar dan Isya, yaitu empat rakaat dalam keadaan menetap. Baik bagi orang yang sehat, sakit. Sedangkan bagi orang yang safar dua rakaat, dan dalam keadaan takut satu rakaat. Ini semua merupakan ijmak yang diyakini, hanya saja dalam hal shalat satu rakaat dalam keadaan takut, di sana terdapat perbedaan pendapat." Al-Muhalla, 3/185 Keempat Tidak dibolehkan menjamak di antara dua shalat tanpa uzur. Siapa yang menjamaknya tanpa uzur dan alasan syar'I, maka dia berdosa, karena bertentangan dengan ketentuan syariat yang menetapkan hal tersebut, di antaranya adalah firman Allah Ta'ala, إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا سورة النساء 103 "Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." QS. An-Nisa 103 Demikian pula halnya dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, أَمَّنِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام عِنْدَ الْبَيْتِ مَرَّتَيْنِ فَصَلَّى بِيَ الظُّهْرَ حِينَ زَالَتْ الشَّمْسُ وَكَانَتْ قَدْرَ الشِّرَاكِ وَصَلَّى بِيَ الْعَصْرَ حِينَ كَانَ ظِلُّهُ مِثْلَهُ وَصَلَّى بِيَ يَعْنِي الْمَغْرِبَ حِينَ أَفْطَرَ الصَّائِمُ وَصَلَّى بِيَ الْعِشَاءَ حِينَ غَابَ الشَّفَقُ وَصَلَّى بِيَ الْفَجْرَ حِينَ حَرُمَ الطَّعَامُ وَالشَّرَابُ عَلَى الصَّائِمِ فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ صَلَّى بِيَ الظُّهْرَ حِينَ كَانَ ظِلُّهُ مِثْلَهُ وَصَلَّى بِي الْعَصْرَ حِينَ كَانَ ظِلُّهُ مِثْلَيْهِ وَصَلَّى بِيَ الْمَغْرِبَ حِينَ أَفْطَرَ الصَّائِمُ وَصَلَّى بِيَ الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ وَصَلَّى بِيَ الْفَجْرَ فَأَسْفَرَ ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَيَّ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ هَذَا وَقْتُ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِكَ وَالْوَقْتُ مَا بَيْنَ هَذَيْنِ الْوَقْتَيْنِ رواه أبو داود، رقم 393 والترمذي، رقم 149 وقال الألباني إسناده حسن صحيح في " صحيح أبي داود – الأم " برقم 417 "Jibril alaihissalam mengimami saya di Baitullah sebanyak dua kali. Dia mengimami saya shalat Zuhur ketika matahari tergelincir seukuran tali sandal. Kemudian dia mengimami saya shalat Ashar, ketika bayangan seukuran benda aslinya. Lalu dia mengimami saya shalat Maghrib ketika orang-orang yang berpuasa berbuka. Lalu dia shalat Isya, ketika mega merah terbenam. Lalu dia mengimami saya shalat Fajar, ketika orang yang berpuasa diharamkan makan dan minum. Kemudian keesokan harinya, dia mengimami saya shalat Zuhur, ketika bayangan seukuran benda aslinya. Lalu dia mengimami saya shalat Ashar, ketika bayangan seukuran dua kali lipat benda aslinya. Lalu dia mengimami saya shalat Maghrib, ketika orang-orang berpuasa. Lalu dia mengimami saya shalat Isya, hingga sepertiga malam. Lalu dia mengimami saya shalat Fajar ketika hari mulai terang. Lalu dia menoleh kepada saya dan berkata, 'Wahai Muhammad, inilah waktu para nabi sebelummu. Maka waktu shalat adalah di antara kedua waktu tersebut." HR. Abu Daud, no. 393, Tirmizi, no. 149. Al-Albany berkata, 'Sanadnya hasan shahih, terdapat dalam 'Shahih Abu Daud', no. 417 Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, "Kaum muslimin sepakat bahwa shalat lima waktu memiliki waktu tertentu. Dalam masalah ini terdapat hadits shahih yang banyak." Al-Mughni, 1/224 Jika telah disimpulkan demikian, maka tidak boleh menjamak dua shalat, kecuali jika didapatkan sebab untuk menjamak, seperti safar, hujan atau sakit. Jika tidak didapatkan sebab untuk menjamak shalat, maka harus dilakukan sesuai aslinya, yaitu shalat pada waktunya masing-masing. Lihat Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 2/60 Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "Jika Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah menetapkan waktu shalat secara terperinci, maka melaksanakan shalat di luar waktunya merupakan tindakan melampaui batas atas ketentuan Allah Ta'ala, وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ سورة البقرة 229 "Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim." QS. Al-Baqarah 229 Siapa yang shalat sebelum waktunya, dia mengetahui dan sengaja, maka dia berdosa dan wajib mengulanginya lagi. Jika dia tidak tahu dan tidak sengaja, maka dia tidak berdosa namun wajib mengulanginya lagi. Hal ini terjadi apabila melakukan jamak takdim menggabungkan shalat dengan melakukannya pada waktu pertama tanpa sebab syari, maka shalat yang didahulukan tidak sah dan dia harus mengulanginya. Siapa yang menunda shalat hingga keluar waktunya dan dia tahu dan sengaja tanpa uzur, maka dia berdosa dan tidak diterima shalatnya, berdasarkan pendapat yang kuat. Ini terjadi bagi orang yang melakukan jamak ta'khir menggabungkan dua shalat pada waktu kedua tanpa sebab syari. Maka shalat yang diakhirkan tidak sah berdasarkan pendapat yang shahih. Setiap muslim hendaknya bertakwa kepada Allah dan tidak menganggap remeh perkara yagn sangat agung ini." Majmu Fatawa, 15/387 Yang diwajibkan bagi anda sekarang adalah, bertaubat kepada Allah dengan taubat nasuha dari perbuatan tersebut, dan berikutnya memperbaiki keadaan anda pada masa berikutnya dengan memperhatikan shalat dengan sungguh-sungguh, karena dia merupakan fardhu paling agung yang Allah wajibkan bagi hamba-Nya. Seandainya anda berhati-hati dan bersungguh-sungguh untuk mengqadha shalat-shalat yang tertinggal, khususnya shalat qashar, atau jamak saat menetap tanpa uzur syar'I maka itu lebih baik dan lebih menyelamatkan. Perbanyaklah melakukan amal-amal sunah semampu anda, khususnya shalat-shalat sunah. Allah Ta'ala berfirman, وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ * وَاصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ سورة هود 114-115 "Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang pagi dan petang dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan dosa perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. Dan bersabarlah, karena Sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan." QS. Huud 114-115 Wallahua'lam.

pertanyaan tentang shalat jama dan qashar